Kamis, 14 Februari 2019

Keutamaan Niat

Keutamaan Niat


Assalamu'alaikum wr
Niat mukmin lebih baik dari amalnya

Niat adalah penggerak untama bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, baik maupun buruk. Itulah mengapa postingan kali ini membahas tentang keutamaan niat kaitannya dengan suatu hadits yang mengatakan bahwa "Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya". Maksud hadits tentang niat tersebut akan kita bahas pada postingan ini. 
Satu hal yang perlu Anda ingat; postingan ini bersumber dari karya monumental Imam al-Ghazaliy yaitu Ihyaa Uluumiddin. Berikut yang beliau paparkan tentang keutamaan niat dari ayat al-Qur'an, Hadits Nabi dan atsar para sahabat Nabi

1. Firman Allah SWT

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya" (Q.S. al-An'am ayat 52)
Irodah yakni kata يُرِيْدُوْنَ yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah niat
إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
"Jika keduanya hendak ishlah (damai), maka Allah akan memberikat taufiq di antara mereka". Q.S. an-Nisa ayat 35)
Dari ayat ini, niat menjadi sebab seseorang mendapatkan taufiq (pemberian fasilitas) dari Allah

2. Sabda Rosulullah SAW

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
"Sesungguhnya perbuatan itu tergantung niat dan seseorang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan: barangsiapa yang hijrahnya (dengan niat) menuju Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rosul-Nya. Sedangkan barangsiapa yang hijrahnya (dengan niat) mendapatkan dunia atau wanita yang akan dia nikahi, maka (pahala) hijrahnya itu hanya sebatas apa yang dia tuju"
ِأَكْثَرُ شُهَدَاءِ أُمَّتِي أَصْحَابُ الفُرْشِ وَرُبَّ قَتِيْلٍ بَينَ الصَّفِّيْنَ، اللهُ أَعْلَمُ بِنِيَّتِه
"Banyak syuhada dari umatku adalah orang-orang yang berada di atas kasur-kasur dan banyak pula orang yang terbunuh di antara barisan pasukan (perang). Allah lebih tahu niatnya"
Maksud hadits ini, tidak mesti orang yang terbunuh di medan perang adalah seorang syahid, melainkan tergantung niatnya
ْإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُم
"Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak memperhatikan bentuk (fisik) dan harta kalian, (tapi) Allah hanya melihat hati dan amal kalian"
Kenapa hati menjadi perhatian Allah?, sebab hati adalah tempatnya niat. Sedangkan amal terjadi karena adanya niat
إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ أَعْمَالاً حَسَنَةً فَتَصْعَدُ الْمَلائِكَةُ فِي صُحُفٍ مُخْتَمَةٍ فَتُلْقَى بَيْنَ يَدَيِ اللهِ تَعَالَى فَيَقُوْلُ أَلْقُوْا هذِهِ الصَّحِيْفَةَ فَإِنَّهُ لَمْ يُرِدْ بِمَا فِيْهَا وَجْهِي ثُمَّ يُنَادِي الْمَلَائِكَةَ اُكْتُبُوا لَهُ كَذَا وَكَذَا اُكْتُبُوا لَهُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُوْنَ يَا رَبَّنَا إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ شَيْئاً مِنْ ذلِكَ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى إِنَّهُ نَوَاه
"Sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan-perbuatan baik, lalu malaikat membawa naik  amal itu dalam lembaran-lembaran yang diberi 'stempel', lalu amal itu diserahkan di hadapan Allah Ta'ala. Lalu Allah berfirman: Lemparkan lembaran ini, sesungguhnya dia tidak mengharapkan wajahku dengan apa (amal-amal) yang ada pada lembaran itu. Kemudian Allah menyeru malaikat: Tuliskanlah anu-anu baginya!, Tuliskanlah anu-anu baginya!. Malaikat berkata: Wahai tuhan kami, tapi sesungguhnya dia tidak melakukan apapun diantara hal itu (sesuai perintah Engkau)?. Allah Ta'ala berfirman: Dia berniat (akan melakukan) hal itu"
Perhatikanlah, sesuatu telah dicatatkan oleh Allah, padahal sekedar niat/maksud.
Dalam hadits lain, Rosul bersabda:
ْالنَّاسُ أَرْبَعَةٌ رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عِلْماً وَمَالاً فَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ فِي مَالِهِ فَيَقُوْلُ رَجُلٌ لَو آتَانِيَ اللهُ تَعَالَى مِثْلَ مَا آتَاهُ لَعَمِلْتُ كَمَا يَعْمَلُ فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ تَعَالَى مَالاً وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْماً فَهُوَ يَتَخَبَّطُ بِجَهْلِهِ فِي مَالِهِ فَيَقُوْلُ رَجُلٌ لَوْ آتَانِيَ اللهُ مِثْلَ مَا آتَاهُ عَمِلْت كَمَا يَعْمَلُ فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاء
"Manusia itu ada empat: (1) Seseorang yang diberi ilmu dan harta oleh Allah 'Azza wa Jalla, lalu dia mempergunakan hartanya sesuai dengan ilmunya. Kemudian (2) seseorang lain berkata: Andaikan Allah memberiku apa yang telah Dia berikan pada-nya (orang 1), niscaya aku akan melakukan apa yang dia lakukan. Maka keduanya (orang ke-1 dan ke-2) sama-sama mendapat pahala. (3) Seseorang yang diberi harta tapi tidak diberi ilmu oleh Allah Ta'ala, lalu dia berbuat kesalahan dengan harta karena kebodohannya, lalu (4) seseorang berkata: Andaikan Allah memberiku seperti apa yang telah diberikan pada dia (orang ke-3) niscaya akan kulakukan seperti yang dia lakukan. Maka keduanya (orang ke-3 dan ke-4) sama-sama mendapat dosa"
Perhatikan bagaimana perbuatan yang baik dan jelek disamakan dalam niat, padahal belum dikerjakan.
Demikian pula hadits riwayat Anas bin Malik tatkala Rosul SAW keluar menuju perang Tabuk. Beliau bersabda:
 إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا قَطَعْنَا وَادِيًا وَلَا وَطِئْنَا مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا أَنْفَقْنَا نَفَقَةً وَلَا أَصَابَتْنَا مَخْمَصَةٌ إِلَّا شَرِكُونَا فِي ذَلِكَ وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ قَالُوا وَكَيْفَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَيْسُوا مَعَنَا قَالَ حَبَسَهُمُ العُذْرُ فَشُرِكُوْا بِحُسْنِ النِّيَّة
"Sesungguhnya ada segolongan orang di madinah yang tidaklah kita menyebrangi lembah, menginjakkan kaki ke suatu tempat yang dapat membuat marah orang kafir, menginfakkan suatu infak dan ditimpa kelaparan kecuali mereka itu sama dengan kita dalam semua hal itu padahal mereka ada di Madinah. Para sahabat bertanya: bagaimana hal itu terjadi wahai Rosulallah padahal mereka itu tidak bersama kita?. Rosul SAW menjawab: Mereka tercegah oleh suatu sebab (yang bisa ditolelir), maka mereka bersama kita karena niat yang baik"
Dalam hadits ibnu mas'ud:
ٌمَنْ هَاجَرَ يَبْتَغِي شَيْئاً فَهُوَ لَهُ فَهَاجَرَ رَجُلٌ فَتَزَوَّجَ امْرَأةً مِنَّا فَكَانَ يُسَمَّى مُهَاجِرٌ أَمْ قَيْس
"Barangsiapa yang hijrah (mengasingkan diri) mengharap sesuatu, maka sesuatu itu baginya. Lalu seseorang hijrah kemudian menikahi seorang wanita di antara kami, maka dia disebut 'orang hijrah' atau 'Qais'"
Dalam suatu hadits:
إنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَكَانَ يُدْعَى قَتِيْلَ الْحِمَار
"Ada seorang yang terbunuh di jalan Allah, tapi disebut sebagai 'orang yang terbunuh oleh keledai'"
Alasannya karena orang tersebut membunuh orang lain agar bisa merampas himarnya, lalu dia yang terbunuh. Hal ini karena dihubungkan dengan niatnya (merampas keledai)
Dalam hadits riwayat Ubadah, Rosul SAW bersabda:
مَنْ غَزَا وَهُوَ لَا يَنْوِي إِلَّا عِقَالاً فَلَهُ مَا نَوَى
"Barangsiapa yang berperang sedang dia tidak berniat kecuali (untuk mendapatkan) sebuat ikat kepala, maka baginya apa yang ia niatkan"
Sebuah hadits riwayat Abu Daud yang diterima dari Ya'la bin Umayah:
َقَالَ أَبِي: اسْتَعَنْتُ رَجُلاً يَغْزُو مَعِي فَقَالَ لاَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي جَعْلاً فَجَعَلْتُ لَهُ فَذَكَرْتُ ذلِك لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَيْسَ لَهُ مِنْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتِهِ إِلَّا مَا جَعَلْتَ لَه
"Ayahku berkata: Aku telah meminta tolong seseorang untuk berperang bersamaku, dia berkata: Tidak, kecuali engkau memberiku royalti!. Lalu aku ceritakan hal ini kepada Nabi SAW, lalu nabi bersabda: Tidak ada bagian baginya baik dunia maupun akhiratnya kecuali apa yang telah kau berikan padanya (royalti)"
Ada sebuah kisah isroiliyat:
ُأَنَّ رَجُلاً مَرَّ بِكَثْبَانَ مِنْ رَمَلٍ فِي مُجَاعَةٍ فَقَالَ فِي نَفْسِهِ لَوْ كَانَ هَذَا الرَّمْلُ طَعَاماً لَقَسَمْتُه بَيْنَ النَّاسِ فَأَوْحَى اللهُ تَعَالَى إِلَى نَبِيِّهِمْ أَنْ قُلْ لَهُ إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَبِلَ صَدَقَتَكَ وَقَدْ شَكَرَ حُسْن نِيَّتِكَ وَأَعْطَاكَ ثَوَابَ مَالَوْ كَانَ طَعَاماً فَتَصَدَّقْتَ بِه
"Bahwa seseorang melewati bukit pasir dalam keadaan lapar, lalu dia berkata: Seandainya pasir ini menjadi makanan, pasti aku bagikan kepada orang-orang. Lalu Allah mewahyukan pada nabi mereka: Katakanlah padanya bahwa sesungguhnya Allah telah menerima shodaqohmu dan berterima kasih atas niat baikmu serta memberimu pahala (seperti pahala) yang jika pasir itu adalah makanan lalu kau sedekahkan"
Dalam suatu hadits riwayat Abdullah bin Amr:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا نِيَّتَهُ جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَارَقَهَا أَرْغَبَ مَا يَكُوْنُ فِيْهَا وَمَنْ تَكُن الآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَعَلَ اللهُ تَعَالَى غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَفَارَقَهَا أَزْهَدَ مَا يَكُوْنُ فِيْهَا
"Barangsiapa dunia adalah niatnya (obsesinya) maka Allah jadikan kefaqiran (rasa sangat membutuhkan) di kedua matanya dan dia akan berpisah dengan dunia itu dalam keadaan dia sangat mencintainya (sehingga berat untuk berpisah dengan dunia). Sedangkan barang siapa yang akhirat menjadi niatnya (obsesinya) maka Allah berikan kecukupan baginya dalam hati, Allah kumpulkan baginya apa yang tidak dia punya dan dia akan meninggalkan dunia dalam keadaan dia tidak merasa butuh terhadap dunia (sehingga tidak berat untuk berpisah)"
Hadits yang diterima dari Ummu Salamah:
أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ جَيْشاً يَخْسِفُ بِهِمُ الْبَيْدَاءُ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ يَكُوْنُ فِيْهِم الْمُكْرَهُ وَالْأَجِيْرُ فَقَالَ يُحْشَرُوْنَ عَلَى نِيَّاتِهِم 
"Bahwa Rosul SAW ingat suatu pasukan yang dimusnahkan dengan padang pasir. Lalu aku berkata: Wahai Rosul, di antara mereka ada yang terpaksa dan ada yang dapat upah (bagaimana)?. Rosul menjawab: Mereka akan dikumpulkan sesuai niat mereka masing-masing"
Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya dari Umar RA, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّمَا يَقْتَتِلُ الْمُقْتَتِلُوْنَ عَلَى النِّيَّات
"Aku mendengar Rosul SAW bersabda: Para prajurit bertempur tergantung niat"
Sedangkan sebuah hadits riwayat Ibnu Majah yang diterima dari Abu Hurairoh:
ْإنَّمَا يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتِهِم
"Manusia dibangkitkan hanya berdasarkan niat mereka"
Rasulullah SAW bersabda:
ُإِذَا الْتَقَى الصَّفَّانِ نَزَلَتِ الْمَلَائِكَةُ تَكْتُبُ الْخَلْقَ عَلَى مَرَاتِبِهِمْ. فُلَانٌ يُقَاتِلُ لِلدُّنْيَا، فُلَانٌ يُقَاتِل حَمِيَّةً، فُلَانٌ يُقَاتِلُ عَصَبِيَّةً. أَلَا فَلَا تَقُوْلُوا فُلَانٌ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَمَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةَ الله هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ
"Jika dua baris (pasukan perang) bertemu, turunlah malaikat mencatatkan makhluq berdasarkan martabat mereka. Ada seseorang berperang untuk kepentingan dunia, ada yang berperang karena gengsi dan ada yang berperang karena fanatisme. Ingatlah!, jangan kalian ucapkan bahwa 'si dia' (seseorang) gugur di jalan Allah. Karena barang siapa yang berperang (berjuang) agar kalimat Allah lebih bermartabat, maka dialah sabilillah (yang berjuang di jalan Allah) sebenarnya"
Diterima dari Jabir, Rosul SAW bersabda:
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
"Setiap hamba akan dibangkitkan (di akhirat) sesuai dengan kondisi saat dia meninggal dunia"
ُإذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فِي النَّارِ. قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ هذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَال الْمَقْتُوْلُ؟، قَالَ لِأَنَّهُ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِه
"Jika dua muslim bertemu dengan membawa pedang (berperang), maka baik yang membunuh atau yang dibunuh sama-sama masuk neraka. Ditanyakan: Wahai Rasulallah, ini yang membunuh  (pantas saja masuk neraka), tapi bagaimana nasib yang dibunuh (kenapa masuk neraka)?. Rasul menjawab: Karena dia berniat membunuh saudaranya"
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairoh:
مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً عَلَى صَدَاقٍ وَهُوَ لَا يَنْوِي أَدَاءَهُ فَهُوَ زَانٍ وَمَنِ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ لَا يَنْوِي قضاءه فهو سارق
"Barang siapa yang menikahi wanita dengan suatu maskawin tapi dia tidak berniat membayarnya maka dia berzina, dan barangsiapa yang berutang tanpa niat untuk membayarnya, maka dia adalah pencuri"
َمَنْ تَطَيَّبَ لِلّهِ تَعَالَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَرِيْحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ وَمَنْ تَطَيَّبَ لِغَيْرِ اللهِ جَاء يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَرِيْحُهُ أَنْتَنُ مِنَ الْجِيْفَة
"Barangsiapa yang memakai wewangian (bersolek) karena Allah Ta'ala, maka di hari kiamat dia akan datang dengan aroma yang lebih harum dari kasturi. Sedangkan barangsiapa yang memakai wewangian untuk selain Allah, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam dengan aroma yang lebih busuk daripada bangkai"

3. Atsar (perkataan atau perbuatan) para sahabat dan tabi'in

Umar bin Khottob berkata:
أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ أَدَاءُ مَا افْتَرَضَ اللهُ تَعَالَى وَالْوَرَعُ عَمَّا حَرَّمَ اللهُ تَعَالَى وَصِدْقُ النِّيَّةِ فِيْمَا عِنْدَ اللهِ تَعَالَى 
"Amal yang paling baik adalah menunaikan apa yang diwajibkan Allah Ta'ala, waro' (menjaga diri) dari apa yang diharamkan Allah Ta'ala dan benarnya niat dengan Allah Ta'ala"
Salim bin Abdillah menulis surat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz:
ْاِعْلَمْ أَنَّ عَوْنَ اللهِ تَعَالَى لِلْعَبْدِ عَلَى قَدْرِ النِّيَّةِ. فَمَنْ تَمَّتْ نِيَّتُهُ تَمَّ عَوْنُ اللهِ لَهُ وَإِنْ نَقَصَت نَقَصَ بِقَدْرِه
"Ketahuilah bahwa pertolongan Allah Ta'ala pada seseorang itu tergantung niatnya; jika niatnya sempurna, maka sempurna pula bantuan Allah baginya. Sedangkan jika niatnya kurang, maka berkurang pula pertolongan-Nya sesuai kadar (niatnya)"
Ucapan sebagian ulama terdahulu:
ُرُبَّ عَمَلٍ صَغِيْرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيْرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّة
"Banyak sekali amal kecil sedikit yang dijadikan besar oleh niat, (begitupun) banyak amal yang besar yang dijadikan kecil oleh niat"
Daud at-Tho.iy berkata:
البِرُّ هِمَّتُهُ التَّقْوَى فَلَوْ تَعَلَّقَتْ جَمِيْعُ جَوَارِحِهِ بِالدُّنْيَا لَرَدَّتْهُ نِيَّتُهُ يَوْماً إِلَى نِيَّةٍ صَالِحَةٍ وَكَذلِك الْجَاهِلُ بِعَكْسِ ذلِك
"Motivasi kebaikan itu adalah taqwa. Jika semua sisinya berkaitan dengan dunia, tentu niatnya akan mengembalikannya menjadi niat yang baik pada suatu hari. Demikan pula sebaliknya bagi orang yang tidak tahu"
Sufyan ats-Tsauri berkata:
 كَانُوْا يَتَعَلَّمُوْنَ النِّيَّةَ لِلْعَمَلِ كَمَا تَتَعَلَّمُوْنَ الْعَمَل
"Mereka (orang-orang sholeh) mempelajari niat untuk beramal sebagaimana kalian mempelajari amal"
Maksud ungkapan ini; orang-orang sholeh terdahulu lebih mengutamakan benarnya niat untuk suatu amal daripada amal itu sendiri. Berbeda dengan kita, yang penting beramal dulu, membereskan niat kemudian.
Sebagian ulama berkata:
ٍاُطْلُبُ النِّيَّةَ لِلْعَمَلِ قَبْلَ الْعَمَلِ وَمَا دُمْتَ تَنْوِي الْخَيْرَ فَأَنْتَ بِخَيْر
"Carilah niat (yang tepat) untuk amal sebelum beramal. Selama kamu meniatkan yang baik, maka kamu (ada) dalam kebaikan"
Sebagian murid (istilah yang digunakan untuk pelajar dalam ilmu tasawwuf) mengelilingi ulama sambil berkata:
مَنْ يَدُلُّنِي عَلَى عَمَلٍ لَا أَزَالُ فِيْهِ عَامِلاً للهِ تَعَالَى فَإِنِّي لَا أُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَ عَلَيَّ سَاعَةٌ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا وَأَنَا عَامِلٌ مِنَ عَمَّالِ اللهِ فَقِيْلَ لَه قَدْ وَجَدْتَ حَاجَتَكَ فَاعْمَلِ الْخَيْرَ مَا اسْتَطَعْتَ فَإِذَا فَتَرْتَ أَوْ تَرَكْتَهُ فَهَمَّ بِعَمَلِهِ فَإِنَّ الْهَامَّ بِعَمَلِ الْخَيْرِ كَعَامِلِه
"Barang siapa yang menunjukkanku suatu amal, senantiasa aku melakukan perbuatan itu karena Allah Ta'ala, karena aku tidak menyukai datangnya suatu saat baik siang atau malam kecuali aku adalah salah satu 'pekerja Allah'. Dikatakan kepadanya: Engkau telah mendapatkan apa yang kamu perlukan, maka berbuat baiklah sesuai kemampuanmu. Jika kamu surut atau meninggalkan amal itu, maka bermaksudlah (berniatlah) untuk mengamalkannya karena orang yang bermaksud berbuat baik itu sama seperti yang (telah) melakukan kebaikan itu"
Sebagian ulama terdahulu berkata:
ْوَإِنَّ نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصُوْهَا وَإِنَّ ذُنُوْبَكُمْ أَخْفَى مِنْ أَنْ تَعْلَمُوْهَا وَلكِن أَصْبِحُوْا تَوَّابِيْنَ وَأَمْسُوْا تَوَّابِيْنَ يَغْفِرْ لَكُمْ مَا بَيْنَ ذلِك
"Sesungguhnya nikmat Allah atasmu itu terlalu banyak untuk kau rinci dan sesungguhnya dosamu itu sangat tersembunyi untuk kau ketahui, akan tetapi beradalah di waktu pagi dan sore dalam keadaan taubat, maka Allah akan mengampuni apa yang ada diantara keduanya (pagi dan sore) bagimu (yakni dosa)
Nabi Isa a.s. bersabda:
ٍطُوْبَى لِعَيْنٍ نَامَتْ وَلَا تَهِمُّ بِمَعْصِيَةٍ وَانْتَبَهَتْ إِلَى غَيْرِ إِثْم
"Berbahagialah bagi mata yang tertidur sedang dia tidak bermaksud (berniat) untuk berbuat maksiat dan (mata itu) terbangun untuk selain dosa"
Abu Hurairah berkata:
يُبْعَثُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى قَدْرِ نِيَّاتِهِم
"Mereka (manusia) akan dibangkitkan pada hari kiamat sesuai kadar niat mereka"
Fudhail bin 'Iyadl selalu menangis dan mengulang-ulang membaca ayat (31 dalam surat Muhammad) ini:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِيْنَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُم
"Sungguh kami benar-benar akan menguji kalian sehingga kami tahu (secara tampak di hadapan manusia) orang-orang yang berjihad dan orang-orang sabar di antara kalian, dan agar Kami menyatakan (baik/buruk) hal-ihwalmu"
sambil beliau (Fudhail bin Iyadl) berkata:
إِنَّكَ إِنْ بَلَوْتَنَا فَضَحْتَنَا وَهَتَكْتَ أَسْتَارَنَا
"Sesungguhnya jika Engkau (Allah) uji kami, maka Engkau buka kedok kami dan Engkau bongkar rahasia kami"
Al-Hasan al-Bashriy berkata:
ِإنَّمَا خَلَدَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ فِي النَّارِ بِالنِّيَّات
"Penduduk surga kekal di surga dan penduduk neraka kekal di neraka hanya karena niat"
Abu hurairah berkata:
ٌمَكْتُوْبٌ فِي التَّوْرَاةِ مَا أُرِيْدَ بِهِ وَجْهِي فَقَلِيْلُهُ كَثِيْرٌ وَمَا أُرِيْدَ بِهِ غَيْرِي فَكَثِيْرُهُ قَلِيْل
"Tertulis dalam taurat (bahwa): apapun yang dimaksudkan untuk wajah-Ku (keridoan-Ku) maka sedikitnya adalah banyak sedangkan apapun yang dimaksudkan untuk selain-Ku, maka banyaknya adalah sedikit"
Bilal bin Sa'ad berkata:
ْإنَّ الْعَبْدَ لَيَقُوْلُ قَوْلَ مُؤْمِنٍ فَلَا يَدَعُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَوْلَهُ حَتَّى يَنْظُرَ فِي عَمَلِهِ فَإِذَا عَمِلَ لَم يَدَعْهُ اللهُ حَتَّى يَنْظُرَ فِي وَرَعِهِ فَإِنْ تَوَرَّعَ لَمْ يَدَعْهُ حَتَّى يَنْظُرَ مَاذَا نَوَى فَإِنْ صَلُحَتْ نِيَّتُه فَبِالْحَرِيِّ أَنْ يُصْلِحَ مَا دُوْنَ ذلِك
"Sesungguhnya seorang hamba berkata seperti perkataan seorang mukmin, maka allah tidak akan membiarkannya dan apa yang dia ucapkan sampai Allah melihat amalnya. Jika dia mengamalkannya, Allah tidak akan membiarkannya sampai Dia melihat waro'-nya. Jika ternyata dia waro' (menjaga diri dari hal yang dilarang Allah), Allah tidak akan membiarkannya sampai Allah melihat apa yang dia niatkan (dengan perbuatan itu). Jika niatnya benar, maka Allah akan membereskan apa yang (tidak beres) selain itu"

Dari uraian ayat al-Qur'an, Hadits dan Atsar di atas dapat disimpulkan bahwa:
Pondasi amal itu adalah niat. Amal membutuhkan niat agar baiklah amal itu dengan niat tadi. Niat itu sendiri sejatinya adalah baik sekalipun ada rintangan yang menghalanginya
Apa sebenarnya niat itu?
Demikianlah uraian al-Ghazali tentang keutamaan niat yang telah saya terjemahkan. Jika ternyata ada terjemah yang tidak tepat, mohon diberitahukan lewat kolom komentar. Sekali lagi, tulisan ini diambil dari karya Imam al-Ghazaliy. Terima kasih dan mohon maaf
Wassalamu'alaikum wr. wb.

0 komentar

Posting Komentar