Hakikat Mukmin
Assalamu'alaikum wr. wb.
"Mukmin itu laksana lebah. Dia makan yang baik-baik, mengeluarkan yang baik-baik. Jika dia hinggap (di sebuah ranting), dia tidak mematahkan dan tidak merusak ranting tersebut". Nabi Muhammad SAW
Beberapa orang mengaku dirinya beriman, secara tidak langsung, dia mengaku bahwa dirinya adalah mukmin. Tentu saja dengan berbagai alasan yang mendorong dia mengungkapkan pengakuan seperti itu. Ada yang mengaku beriman karena secara keturunan, dia adalah keturunan mukmin, atau alasan lain. Yang jelas, secara lisan dia mengaku sebagai mukmin. Padahal, mukmin/muslim bukan sekedar pengakuan, karena pengakuan hanya bagian kecil dari apa yang terdapat jauh di lubuk hati. Tapi mukmin/muslim itu seharusnya timbul menjadi sebuah tindakan nyata, ucapan dan pola kehidupan sehari-hari. Yang mana, hal itu justru jauh lebih penting dari hanya sekedar pengakuan.
Diantara sikap yang harus dimiliki seorang mukmin/muslim adalah sebagaimana yang akan dibahas pada pembahasan ini. Kita mengacu pada ucapan Baginda Nabi Muhammad SAW tentang seorang mukmin/muslim dan hadits-hadits lain yang berkaitan.
Dalam suatu hadits, Baginda Rosul menyamakan seorang mukmin dengan lebah. Sabda beliau:
إنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ
"Sungguh, perumpamaan seorang mukmin itu adalah seperti lebah"
Lebah, adalah serangga kecil yang makanannya terdiri dari dua bahan pokok, yang keduanya diproduksi oleh bunga, yaitu nektar dan serbuk sari. Nektar adalah air manis yang dihasilkan dan dikumpulkan oleh bunga. Sedangkan serbuk sari adalah bubuk yang kaya akan protein. Lebah meminum nektar sebanyak mungkin. Namun, mereka tidak meminumnya untuk diri sendiri, mereka membawanya kembali ke sarangnya, di mana ia digunakan untuk produksi madu. Nektar dan serbuk sari itulah yang diolah lebah madu sehingga menghasilkan berbagai jenis madu yang sangat bermanfaat bagi lebah itu sendiri, bahkan untuk manusia. Inilah yang disebutkan oleh Rosul:
أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا
"Dia memakan yang baik-baik (nektar dan serbuk sari) dan mengeluarkan (memproduksi) yang baik-baik (madu)
Madu yang dihasilkan lebah, sangat bermanfaat bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan:
يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِها شَرابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوانُهُ فِيهِ شِفاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ. النحل: 69
"... keluar dari perut lebah itu jenis minuman yang berbeda macamnya. Dalam minuman itu ada obat (yang bermanfaat) bagi manusia. Sungguh dalam hal itu terdapat tanda bagi orang-orang yang memikirkan (yang mau berfikir)". QS. An-Nahl: 69
Itulah keistimewaan lebah penghasil madu. Masih banyak sebenarnya keistimewaan yang Allah berikan pada lebah madu. Bagaimana ia bisa kembali lagi ke sarang setelah perjalanan yang sangat jauh?, bagaimana cara komunikasi mereka sehingga hidup secara berkoloni dengan sangat harmonis dan kompak?. Yang jelas, lebah sangat istimewa, sehingga Allah, sang Pencipta, memberikan nama khusus bagi salah satu surat yang Dia turunkan dengan nama lebah (النَحل).
Seharusnya seorang mukmin berperangai sebagaimana yang diisyaratkan Rosul. Seorang mukmin itu harus selektif baik dalam hal makanan, perkataan, akhlaq, bahkan selektif dalam memilih kawan bergaul. Seorang mukmin semestinya memakan makanan yang baik-baik dan halal. Tidak memakan makanan hasil mencuri, menggashab, menipu dan lain-lain dari perbuatan-perbuatan yang dilarang.
Selain itu, seorang mukmin harusnya mengeluarkan yang baik-baik pula. Mengeluarkan kata-kata dan sikap yang baik. Tak pantas dia mengeluarkan kata-kata yang jelek apalagi menyakiti hati orang lain. Sebagaimana lebah, jika hinggap pada sebuah ranting, dia tidak menyebabkan ranting itu patah apalagi rusak.
وَوَقَعَتْ فَلَمْ تُكَسِّر وَلَمْ تُفْسِدْ
"jika lebah itu hinggap (pada sebuah ranting), ia tidak mematahkan dan merusak ranting tersebut"
Seorang mukmin/muslim, di manapun dia berada, bersama siapapun dia bergaul, seharusnya dia tidak mematahkan hati orang lain dan tidak merusak kedamaian orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok/komunitas. Ini berarti, ketika dia bergaul, dia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengeluarkan ucapan, perbuatan dan sikap yang bisa membuat sakit hati orang lain apalagi menjadi biang kerusuhan di lingkungan di mana ia berada. Sehingga 'ranting' tempat dia 'hinggap' tidak patah dan tidak rusak. Seperti yang Rosul sebutkan:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Seorang 'muslim' adalah orang yang manusia/orang lain selamat dari lisan dan tangannya"
Dengan pengertian, yang pantas menyandang predikat muslim adalah seseorang yang senantiasa membangun perdamaian di manapun dia berada dengan menjaga ucapan dan perbuatan agar tidak menyakiti orang lain.
Inilah beberapa sikap yang harus dijadikan perhiasan bagi diri seorang muslim/mukmin. Akhlaq jauh lebih penting dari hanyan sekedar nama mukmin/muslim itu sendiri. Artinya, pengakuan seseorang bahwa dirinya mukmin/muslim hanyalah bualan semata jika dia tidak berakhlaq dengan sebaik-baik akhlaq seperti yang sudah diajarkan oleh Rosulullah SAW.
Beliau, jika bergaul, tak pernah meninggalkan luka di hati seseorang. Baik ketika beliau bergaul dengan non-muslim/non-mukmin, apalagi kala beliau bergaul dengan sesama muslim/mukmin. Beliau selalu menampilkan wajah yang ramah, ceria, selalu tersenyum kepada semua orang. Orang yang beliau anggap musuh, adalah mereka yang mencederai Allah dan agama yang Allah titipkan pada beliau. Jadi, beliau tidak pernah memusuhi seorang kafir hanya karena dia kafir, tapi karena kafir itu telah mengusik kedamaian muslim, mencegah Tuhan orang muslim untuk disembah atau menganiaya orang-orang mukmin/muslim.
Beliau tidak mudah tersinggung hanya karena dirinya yang dihina. Dalam suatu kisah, Rosulullah dilempari kotoran unta setiap hari beliau berangkat ke mesjid untuk sembahyang. Tiba pada suatu hari, Rosul merasa kehilangan seseorang yang melempari beliau dengan kotoran unta tersebut. Setelah ditanyakan, ternyata orang tersebut sakit. Tanpa berfikir panjang, beliau langsung menjenguk orang tersebut, padahal orang tersebut bukanlah muslim/mukmin alias kafir. Sangat kagumnya orang tersebut ketika dijenguk oleh Rosul, dia berkata: "Wahai Muhammad, sangat terpujilah akhlaqmu. Aku yang selalu melemparimu dengan kotoran unta, tapi kaulah orang pertama yang menjengukku. Hari ini pula, saksikanlah bahwa aku menyatakan diri mengikutimu dan agama yang kau bawa"
Demikian pula, Rosulullah SAW memiliki seorang pembantu dari orang Yahudi. Sekalipun dia Yahudi, beliau tak pernah membentak, memarahi, mencaci maki, menghinanya. Justru beliau memperlakukan orang Yahudi itu sebagaimana perlakuan beliau pada manusia secara umum. Beliau selalu menghargai apapun yang pembantu itu lakukan. Tidak pernah memarahinya karena kesalahan yang pembantu itu lakukan. Ketika pembantu itu sakit, Rosul datang menjenguknya. Hingga akhirnya, ayahnya menyuruh pembantu Yahudi itu untuk mengikuti (iman) Rosulullah.
Begitulah cara Rosul menyebarkan islam yang sejatinya rohmatan lil'aalamiin (rahmat bagi seluruh alam). Rosul menyebarkan islam tidak dengan ejekan, tidak dengan hardikan, tidak dengan cacian dan tidak pula dengan menyebar kebencian. Rosul tidak mengajak orang Quraisy dengan kekerasan, arogansi ataupun dengan mengklaim dan menghakimi orang lain dengan klaim-klaim seperti: "kafir, munafiq, ahli neraka" dan lain sebagainya. Tapi beliau mengajak orang lain dengan penuh kelembutan, keramahan dan kesopanan sebagai wujud kasih sayang (rohmat) beliau pada umat manusia (alam).
Demikianlah yang dicontohkan Rosul. Beliau sama seperti apa yang beliau ungkapkan. Bahwa mukmin harus menjadi seperti lebah yang tidak pernah mematahkan / merusak ranting di mana ia hinggap.
Mari kita evaluasi diri kita sendiri, apakah kita sudah seperti lebah?, atau paling tidak, sudahkah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mendekati sifat lebah?
Hal ini penting bagi kita. Sebab:
Muslim bukan hanya sekedar casing. Tapi juga spec yang jauh lebih berharga dari casing
Artinya, Muslim bukan hanya pakaian, bukan hanya nama, bukan hanya sekedar identitas. Tapi ada yang jauh lebih berharga, yaitu: akhlaq dan budi pekerti yang jauh lebih harus diperhatikan sebagai pengejawantahan/manifestasi dari kata "Mukmin dan Muslim"
Semoga kita diberi kuasa untuk menjadi mukmin / muslim yang baik sesuai dengan yang dicontohkan Baginda Rosul SAW
Terima kasih dan mohon maaf. Semoga bermanfaat
Wassalamu'alaikum wr. wb.
0 komentar
Posting Komentar